LIPUTAN BANDUNG- Idul Adha 2025 Jatuh pada Hari Jumat, Apakah Masih Wajib Shalat Jumat? Ini Penjelasan Ulama
Hari Raya Idul Adha 1446 Hijriah dipastikan jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025. Penetapan ini diumumkan langsung oleh Kementerian Agama Republik Indonesia. Bertepuknya hari besar Islam dengan Jumat in pun mengundang berbagai pertanyaan di tengah masyarakat, salah satunya: apakah masih wajib melaksanakan shalat Jumat bagi mereka yang telah menunaikan shalat Id di pagi hari?
Isu ini menjadi penting mengingat dua ibadah besar dalam Islam bertemu di satu hari. Sebagian umat Islam mungkin merasa kelelahan setelah shalat Id dan menyembelih hewan kurban, sehingga mempertanyakan apakah shalat Jumat tetap wajib dilakukan atau bisa diganti dengan shalat Dzuhur. Dalam sejarah Islam, ada dalil dan pendapat ulama yang menjadi dasar munculnya pertanyaan tersebut.
Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan, Dr. KH Syamsul Bahri Abd Hamid Lc MA, menjelaskan bahwa dalam hadits Nabi Muhammad SAW memang terdapat keringanan atau rukhshah bagi orang-orang yang telah melaksanakan shalat Id dan merasa berat menunaikan shalat Jumat. Hal ini merujuk pada kondisi pada masa Rasulullah, di mana umat Islam banyak yang tinggal jauh dari masjid di Madinah, sehingga menyulitkan mereka untuk dua kali bolak-balik dalam sehari.
Dalam hadits disebutkan redaksi, “مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُصَلِّ” (“Barang siapa yang ingin salat, silakan salat”), yang mengindikasikan bahwa shalat Jumat menjadi tidak wajib secara mutlak bagi sebagian orang dalam kondisi tertentu. Namun penting dipahami bahwa hadits tersebut tidak menghapus kewajiban Jumat bagi semua, melainkan memberi keringanan khusus berdasarkan situasi yang berlaku saat itu.
KH Syamsul Bahri menegaskan bahwa konteks hadits ini bersifat historis. Ia berlaku pada masa ketika akses ke masjid masih sangat terbatas, terutama bagi penduduk pedalaman. Dalam situasi saat ini, menurutnya, alasan tersebut tidak lagi relevan, sebab hampir seluruh wilayah di Indonesia telah memiliki masjid yang menyelenggarakan shalat Jumat dan bisa dijangkau dengan mudah.
Baca Juga: Panduan Lengkap Bacaan Niat Puasa Tarwiyah dan Arafah 2025 Beserta Keutamaannya
Karena itu, KH Syamsul menghimbau agar kaum muslimin tetap melaksanakan shalat Jumat sebagaimana mestinya. Namun apabila memang memiliki udzur syar’i atau halangan yang dibenarkan syariat, maka diperbolehkan mengganti shalat Jumat dengan shalat Dzuhur sebanyak empat rakaat sebagaimana lazimnya.
Pendapat serupa juga diutarakan dalam situs resmi PWNU Jawa Tengah. Ustaz Khoirul Anam menyampaikan bahwa terdapat dua pandangan yang berkembang terkait kondisi ini. Pertama, seseorang boleh mengganti shalat Jumat dengan Dzuhur jika telah mengikuti shalat Id dan mengalami kesulitan. Kedua, pandangan yang menilai bahwa keringanan tersebut tidak relevan lagi diterapkan di Indonesia karena kemudahan akses ke masjid yang tidak seperti di masa Nabi.
Dari perbedaan pendapat tersebut, bisa disimpulkan bahwa syariat Islam memberikan ruang fleksibilitas dalam kondisi sosial tertentu. Namun, fleksibilitas itu tidak dapat diartikan sebagai penggugur kewajiban secara umum, melainkan harus dipahami dalam konteks fiqih yang tepat dan sesuai kondisi zaman.
Dalam kitab Al-Mizan lis Sya’rani Juz I, Imam Syafi’i juga berpendapat bahwa masyarakat kota tetap wajib menunaikan shalat Jumat walau sudah melaksanakan shalat Id, sedangkan bagi masyarakat pedesaan yang tinggal jauh, kewajiban Jumat bisa gugur.
Ini berbeda dengan pandangan Imam Ahmad yang lebih longgar, memperbolehkan semua orang, baik warga kota maupun desa, untuk tidak shalat Jumat setelah Id.
Bahkan Imam Atha’ berpendapat bahwa setelah shalat Id, shalat Dzuhur pun tidak perlu lagi dilakukan.
Meski demikian, Lembaga Bahtsul Masail (LBM) NU mengingatkan bahwa hadis-hadis tentang keringanan tersebut harus dilihat dari konteks sosial dan historisnya.
Dalam kondisi normal saat ini di mana masjid mudah diakses, kewajiban Jumat tidak serta-merta gugur hanya karena seseorang telah shalat Id.
Shalat Jumat tetap menjadi fardhu ‘ain bagi setiap laki-laki Muslim yang sudah baligh dan tidak memiliki halangan syar’i.
Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Jumu’ah ayat 9: “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Rasulullah SAW juga bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Abu Daud: “Jumat adalah kewajiban bagi setiap Muslim kecuali empat orang: hamba sahaya, wanita, anak kecil, dan orang sakit.”
Ini memperlihatkan bahwa syariat Islam tetap mewajibkan shalat Jumat bagi laki-laki dewasa, selama tidak ada uzur yang sah.
Dengan demikian, umat Islam di Indonesia tetap diwajibkan untuk melaksanakan shalat Jumat pada 6 Juni 2025 mendatang, meskipun telah mengikuti shalat Idul Adha di pagi hari.
Keringanan hanya berlaku dalam kondisi tertentu dan tidak bisa dijadikan alasan umum untuk meninggalkan kewajiban agama.
Perbedaan pendapat para ulama ini menunjukkan bahwa Islam sebagai agama yang penuh rahmat sangat mempertimbangkan aspek kemudahan dan kondisi sosial umat.
Namun dalam pelaksanaannya, umat Islam tetap perlu melihat konteks saat ini dan mendahulukan kehati-hatian dalam menjalankan ibadah.***