Gerakan STOPAN Jabar 2025 Hadirkan 3.600 Peserta, Fokus pada Pencatatan Nikah dan Perlindungan Anak

oleh -18 Dilihat
Gerakan STOPAN Jabar 2025 Hadirkan 3.600 Peserta, Fokus pada Pencatatan Nikah dan Perlindungan Anak

LIPUTAN BANDUNG – Gerakan STOPAN Jabar 2025 Hadirkan 3.600 Peserta, Fokus pada Pencatatan Nikah dan Perlindungan Anak

Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat melalui Bidang PKK menyelenggarakan Sosialisasi STOPAN Jabar dengan tema “Gerakan Sadar Pencatatan Nikah”. Kegiatan ini berlangsung secara daring melalui Zoom Meeting dan kanal YouTube, diikuti oleh lebih dari 3.600 peserta yang terdiri dari Penyuluh Agama, Penghulu, tenaga Motekar, Teladan KB se-Jawa Barat, serta mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung Fakultas Dakwah dan Komunikasi dari Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam dan Bimbingan Konseling Islam.

Acara dibuka dengan laporan Kepala Bidang PKK, drh. Iin Indasari, M.P, dilanjutkan sambutan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Barat, H. Dudu Rohman, S.Sg., M.Si.

Baca Juga:Peristiwa Bunuh Diri Ibu dan Anak di Cimaung, Menteri PPPA dan DP3AKB Jabar Ajak Masyarakat Perkuat Empati dan Komunikasi Keluarga

Dalam arahannya, ia menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor. “Penyuluh agama, motekar, dan teladan KB adalah garda terdepan untuk menyampaikan pesan bahwa perkawinan anak bukanlah solusi, melainkan sumber masalah baru bagi keluarga maupun masyarakat,” ujarnya.

Dudu juga menekankan urgensi pencatatan nikah resmi di KUA. Menurutnya, pencatatan nikah bukan sekadar administrasi, tetapi bentuk perlindungan hukum bagi suami, istri, dan anak.

“Dengan pencatatan resmi, pasangan memiliki dasar hukum kuat untuk hak waris, akta kelahiran, dan perlindungan perdata lainnya. Target kita di Jawa Barat adalah memastikan semua perkawinan tercatat resmi sehingga tidak ada lagi kasus isbat nikah,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala DP3AKB Jawa Barat, dr. Siska Gerfianti, M.HKes., SP.DLP, yang sekaligus membuka acara secara resmi, menyoroti praktik perkawinan siri yang masih marak terjadi.

Baca Juga:DP3AKB Jabar dan DPPKBPPPA Kabupaten Garut Gelar Kampanye Anti Kekerasan: Edukasi, Perlindungan, dan Pemeriksaan Kesehatan untuk Remaja

Menurutnya, praktik tersebut menjadi celah dalam upaya pencegahan perkawinan anak.

“Banyak perkawinan anak tidak tercatat dalam sistem negara sehingga data terlihat kecil dibanding realitas di lapangan. Padahal risikonya sangat besar bagi perempuan dan anak,” jelasnya.

Dalam sambutannya, Siska juga mengungkap bahwa meskipun data dispensasi kawin di Jawa Barat menurun dari 4.599 kasus pada 2023 menjadi 3.361 kasus di 2024, angka perkawinan anak tanpa pencatatan justru masih tinggi.

“Sosialisasi ini penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar menikah di usia tepat dengan legalitas jelas, sehingga hak-hak perempuan dan anak terlindungi serta terwujud keluarga berkualitas,” tambahnya.

Sosialisasi materi pertama disampaikan oleh Hasan Yusuf, S.Th.I., M.AP (Disdukcapil Jabar).

Ia menekankan pentingnya GISA – Gerakan Indonesia Sadar Administrasi Kependudukan.

Adminduk, menurutnya, adalah dasar semua layanan publik, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga bantuan sosial.

“Perkawinan yang tidak tercatat akan menyulitkan pengurusan akta kelahiran anak, Kartu Keluarga, KTP, maupun hak waris. Karena itu, pencatatan nikah resmi adalah pintu masuk perlindungan hukum dan kepastian status keluarga,” tegasnya

Disambung materi kedua dibawakan oleh H. Toto Supriyanto, S.Ag., M.Ag (Kanwil Kemenag Jabar).

Ia menjelaskan GAS – Gerakan Sadar Pencatatan Nikah, yang bertujuan menertibkan perkawinan tidak tercatat, meningkatkan literasi hukum keluarga, dan menanamkan kesadaran bahwa keluarga sakinah harus melalui perkawinan sah dan tercatat.

Ia menegaskan sikap Kemenag melalui KUA yang tidak menerima pendaftaran nikah di bawah usia 19 tahun, kecuali dengan penetapan pengadilan.

“Pencatatan nikah bukan sekadar formalitas, tapi benteng perlindungan anak dan perempuan dari dampak buruk perkawinan anak,” jelasnya

Antusiasme peserta sangat tinggi pada sesi tanya jawab. Berbagai pertanyaan faktual muncul, mulai dari pembuatan akta lahir jika pernikahan tidak tercatat, pencatatan Kartu Keluarga, perubahan dokumen kependudukan, dispensasi kawin, fenomena perkawinan beda agama, hingga status anak di luar perkawinan.

Diskusi ini memperkuat pemahaman bahwa pencatatan nikah resmi di KUA adalah solusi utama untuk menjamin kepastian hukum, akses layanan publik, dan perlindungan hak anak.

Sinergi tiga gerakan yakni GISA – Gerakan Indonesia Sadar Administrasi Kependudukan (Disdukcapil), GAS – Gerakan Sadar Pencatatan Nikah (Kemenag), STOPAN Jabar – Stop Perkawinan Anak (DP3AKB).

Jika gerakan ini saling bersinergi maka Jawa Barat akan berkurang angka perkawinan anak, dengan keluarga yang kuat, terlindungi, dan berkualitas, tutup moderator kegiatan.