SBM ITB mengundang Profesor dari Jerman Bagikan Tipis agar Perusahaan Dilirik Gen Z

LIPUTAN BANDUNG– SBM ITB mengundang Profesor dari Jerman Bagikan Tipis agar Perusahaan Dilirik Gen Z.

Masyarakat kerap menilai Generasi Z sebagai generasi yang enggan bekerja keras. Namun, Prof. Hazel Gruenewald, menegaskan bahwa anggapan tersebut keliru. Menurutnya, Gen Z bukan takut bekerja, melainkan tidak menyukai pekerjaan yang dianggap tidak bermakna.

Pernyataan ini disampaikan dalam acara HCM Talks 2nd Series 2025 oleh Sekolah Bisnis Manajemen Institut teknologi Bandung (SBM ITB), yang menghadirkan Prof. Hazel Gruenewald, Visiting Professor of Organizational Behaviour dari Hochschule Reutlingen, bersama Dr. Andika Putra Pratama. Dalam kesempatan tersebut, mereka membahas tema “Building Purpose-Driven Work Culture for Gen Z Engagement.”

Prof. Hazel membuka diskusi dengan menekankan, “Kita harus mengingat bahwa Gen Z bukanlah kelompok yang seragam. Perspektif mereka sangat beraneka ragam, dipengaruhi oleh latar belakang sosial-ekonomi, pendidikan, dan pengalaman individu.”

Baca Juga: Perpusnas RI dan Unpad Gelar Penguatan Pemberdayaan Perpustakaan di Sumedang, Dorong Kolaborasi Literasi Nasional

Salah satu nilai utama yang dijunjung tinggi Gen Z adalah etika. Data menunjukkan sekitar 50% Gen Z menjadikan etika sebagai faktor penting dalam memilih perusahaan. Hazel menegaskan, perusahaan harus konsisten dalam menjunjung nilai yang diyakini.

“Keaslian adalah hal yang sangat penting. Gen Z tidak ingin sekadar mendengar apa yang perusahaan yakini, mereka ingin melihat bagaimana keyakinan itu diwujudkan dalam tindakan nyata. Itulah strategi membangun kepercayaan,” ujarnya.

Selain etika, kesejahteraan atau well-being juga menjadi perhatian besar. Lebih dari 55% Gen Z menyatakan peduli terhadap aspek ini. Karena itu, menurut Hazel, keberagaman, kesetaraan, dan inklusi (DEI) tidak boleh berhenti pada program pelatihan, tetapi harus benar-benar tertanam dalam budaya organisasi.

Untuk menjawab kebutuhan ini, Hazel menekankan pentingnya membangun budaya kerja yang berorientasi pada tujuan (purpose-driven). Perusahaan, menurutnya, perlu mengadopsi cara kerja baru dengan menumbuhkan budaya digital, mendorong pembelajaran berkelanjutan, memanfaatkan teknologi, serta menanamkan pola pikir berkembang.

Lebih lanjut, Hazel juga menyoroti perbedaan cara kerja antara Gen Z dan Millennial. Gen Z dinilai lebih nyaman dengan proyek-proyek kecil yang memungkinkan mereka mengembangkan keterampilan seperti creative thinking dan digital fluency.

Namun, generasi ini memiliki rentang perhatian yang relatif singkat dan kerap menyelesaikan pekerjaan terlalu cepat tanpa memperhatikan kualitas.
“Penting bagi perusahaan untuk mendorong mereka mengajukan pertanyaan kritis, mengambil langkah kecil namun konsisten, serta berani membawa ide-ide baru ke meja diskusi,” pungkas Hazel.

Melalui pendekatan ini, perusahaan tidak hanya mampu menarik Gen Z, tetapi juga menjaga retensi karyawan. Dengan memberikan ruang untuk fleksibilitas, otonomi, dan pengembangan diri, Gen Z akan lebih cenderung bertahan di perusahaan yang sejalan dengan nilai mereka.

Sebagai penutup, Dr. Andika Putra Pratama menyampaikan apresiasi atas partisipasi Prof. Hazel dalam HCM Talks serta mendukung kontribusinya dalam menciptakan dampak sosial melalui karya dan bukunya.