LIPUTAN BANDUNG – Sejumlah jurnalis yang tergabung dalam Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) di Jawa Barat menggagas lahirnya genre baru dalam jurnalistik: Jurnalisme Keluarga. Gagasan ini merupakan transformasi lanjutan setelah Februari lalu mendeklarasikan berdirinya Perkumpulan Jurnalis Peduli Keluarga. Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jawa Barat menilai jurnalisme baru ini sebagai dukungan media terhadap peningkatan kualitas keluarga di Jawa Barat.
“Family journalism atau jurnalisme keluarga merupakan transformasi visi jurnalisme kita. Genre ini berupaya menjadikan keluarga sebagai isu sentral pembangunan. Pengarusutamaan pembangunan keluarga merupakan tanggung jawab kita para jurnalis yang juga menjadi anggota keluarga,” terang Ketua IPKB Jawa Barat Najip Hendra SP saat media briefing dan konsolidasi organisasi IPKB di Operation Room DP3AKB Jawa Barat, Jalan Sumatra 50, Kota Bandung, pada Selasa (22/7/2025).
Najip menyatakan gagasan akan hadirnya jurnalisme keluarga merupakan ekspresi kepedulian kalangan jurnalis pada isu-isu pembangunan keluarga di Jawa Barat. Sebut saja misalnya terkait ketahanan keluarga, keluarga berencana, pemberdayaan keluarga, perlindungan anak, pendidikan anak, kesehatan keluarga, hingga percepatan penurunan stunting. Tujuannya adalah memberikan informasi, inspirasi, dan solusi yang relevan bagi pembaca yang memiliki peran sebagai orang tua, pasangan, atau anggota keluarga lainnya.
Menurutnya, profesi jurnalis memiliki posisi strategis dalam struktur masyarakat. Secara kompetensi, dia mampu mengemas pesan program menjadi bahasa orang kebanyakan. Dia mampu membunyikan angka menjadi lebih manusiawi.
Baca Juga: Sesmendukbangga Janji Perkuat Organisasi Jurnalis Bangga Kencana
“Dari sisi jejaring, jurnalis memiliki aksesibilitas luas. Bisa menghubungi siapa saja, kapan saja. Jurnalis juga dekat dengan pimpinan daerah. Di situ ada gubernur atau bupati atau wali kota, di situ ada media. Artinya, di situ ada jurnalis. Ini menjadi sebuah keuntungan untuk mengakses informasi penting pimpinan daerah. Pada saat yang sama, bisa menjadi penyampai pesan publik kepada kepala daerah,” ungkap Najip.
Posisi strategis tersebut, sambung Najip, menjadi sebuah kekuatan baru dalam advokasi program pembangunan keluarga kepada pengambil kebijakan. Di sisi lain, lahirnya perkumpulan jurnalis peduli keluarga yang direpresentasikan melalui gerakan jurnalisme keluarga menjadi wujud nyata dukungan kalangan jurnalis terhadap pembangunan nasional maupun daerah.
Secara konkret, jurnalisme keluarga mencoba melihat sebuah peristiswa dengan mempertimbangkan pembangunan keluarga. Sebagai contoh, karya jurnalistik tidak lagi melulu mengeksploitasi korban kekerasan rumah tangga atau kekerasan terhadap anak. Melalui gerakan ini, jurnalis memosisikan diri pada sudut pandang korban yang harus dilindungi dan mempertimbangkan masa depan korban.
“Kami juga mencoba mengkonstruksi sebuah pemberitaan yang lebih mengedepankan pada pemberdayaan keluarga. Kami meyakini keluarga berdaya menjadi penopang utama ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Ini yang kemudian menjadi tulang punggung pembangunan bangsa. Kami mendedikasikan jurnalisme keluarga untuk keluarga dan bangsa, for family for nation,” terang Najip yang belum lama ini diterima sebagai mahasiswa pendidikan doktor ilmu manajemen di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Baca Juga: Sambut Hari Anak Nasional, DP3AKB-APSAI Gelar Family Run
Peran Strategis Media
Sementara itu, Kepala DP3AKB Jawa Barat Siska Gerfianti mengaku menyambut baik sekaligus mengapresiasi lahirnya gagasan jurnalisme keluarga. Siska menilai lahirnya jurnalisme keluarga menjadi sebuah kekuatan baru untuk mewujudkan perempuan berdaya, anak terlindungi, dan keluarga berkualitas di Jawa Barat.
Pendekatan keluarga dalam jurnalistik juga selaras dengan peran strategis media dalam pembangunan keluarga di Jawa Barat. Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) dan Ketua Tim Pembina Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Provinsi Jawa Barat ini merinci ada tiga peran strategis media dalam upaya membangun keluarga untuk mewujudkan Jawa Barat Istimewa.
“Jadi, ini tiga peran penting media bagi kami itu. Pertama, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pengendalian penduduk dan juga urusan perempuan dan anak. Ya, banyak hal yang ternyata kasus terakhir misalnya di Garut itu juga bentuk bullying yang sebetulnya rada parah. Nah, kalau tidak ada media yang memberitahukan, kan kesadaran masyarakat tidak ada. Ya, disangkanya ah eta mah bercanda we, gitu ya. Padahal bukan,” ujar Siska.
Kedua, sambung Siska, media sangat berperan penting dalam penyebarluasan informasi. Dalam hal ini, program-program yang digulirkan pemerintah bisa sampai kepada masyarakat melalui media. Siska bahkan mengaku keteteran untuk merespons pemberitaan di grup percakapan saking banyaknya berita yang dipublikasikan keluarga besar IPKB Jabar.
“Suka reueus gitu ya kalau satu berita teh tiba-tiba berebet, berebet, berebet. Belum diterimakasihin yang berita yang satu, sudah muncul lagi berita yang kedua. Kadang-kadang mah aduh ternyata jempolku rada leuleus gitu, ya. Hatur nuhun pisan, Akang-Teteh,” tambah Siska.
Ketiga, Siska melihat media mampu mempengaruhi masyarakat. Siska sangat yakin media menjadi satu kekuatan yang bisa membangun opini. Karena itu, Siska berpesan agar para jurnalis yang berhimpun dalam perkumpulan untuk menjadikan kejadian baik atau program baik menjadi berita yang baik untuk disajikan kepada pembaca.
“Ya, kalau dulu mah selalu bad news is good news gitu, ya. Kalau sekarang harus good news is good news gitu, kan. Bagaimana kita menyampaikan berita-berita baik yang dapat mempengaruhi opini masyarakat, juga mengandung informasi yang baik dan benar. Karena tadi, kita ingin membentuk manusia di Jawa Barat ini menjadi yang memiliki karakter Panca Waluya: cageur, bageur, bener, pinter, dan singer. Nah, ini tentu kita ingin dibantu oleh teman-teman, Akang-Teteh semua,” harap Siska.(*)