Satgas Pangan Polri Dalami Skandal Beras Premium, 22 Saksi Diperiksa dan 25 Merek Segera Menyusul

LIPUTAN BANDUNG – Upaya Polri untuk mengungkap praktik curang dalam peredaran beras kemasan terus berlanjut. Hingga pertengahan Juli 2025, Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri telah memeriksa 22 orang saksi yang diduga memiliki keterkaitan dengan dugaan pelanggaran mutu dan kandungan dalam produk beras premium yang beredar di masyarakat.

Pemeriksaan tersebut mencakup enam perusahaan dan delapan merek beras kemasan ukuran lima kilogram yang saat ini tengah menjadi perhatian. Pemeriksaan dilakukan untuk memastikan apakah terdapat unsur pelanggaran hukum, terutama terkait ketidaksesuaian antara komposisi beras yang sebenarnya dengan informasi yang tercantum pada label kemasan.

Brigadir Jenderal Polisi Helfi Assegaf, yang memimpin Satgas Pangan, menjelaskan bahwa proses pemeriksaan masih berlangsung secara intensif. Ia menambahkan bahwa langkah berikutnya adalah memanggil dan memeriksa 25 pemilik merek beras kemasan lainnya yang juga diduga memiliki pola distribusi dan labelisasi yang mencurigakan.

Baca Juga: Kabar Gembira! Mulai 15 Juli 2025, KA Argo Wilis Kini Berhenti di Stasiun Ciamis

Langkah ini diambil menyusul laporan dari Kementerian Pertanian yang sebelumnya mengungkap bahwa sejumlah merek beras premium tidak memenuhi standar mutu nasional. Dalam laporan itu, ditemukan adanya penyimpangan dalam kadar air, berat bersih, serta ketidaksesuaian jenis beras yang dijual dengan klaim di kemasan.

Informasi ini kemudian diteruskan kepada Satgas Pangan untuk ditindaklanjuti melalui jalur hukum. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan atas puluhan sampel beras dari berbagai daerah mengonfirmasi bahwa banyak di antaranya tidak memenuhi spesifikasi yang diiklankan.

Masyarakat pun dibuat resah dengan temuan ini, terutama karena beras adalah komoditas utama yang dikonsumsi hampir setiap hari. Konsumen merasa tertipu karena membeli produk yang dianggap berkualitas, namun kenyataannya tidak sesuai dengan apa yang mereka bayarkan.

Baca Juga:Penduduk Usia Muda Dominasi Angka Pengangguran Jabar

Brigjen Helfi menegaskan bahwa pihaknya tidak akan ragu mengambil tindakan hukum jika ditemukan bukti kuat bahwa produsen atau distributor telah sengaja menyesatkan konsumen melalui informasi palsu di kemasan. Ia menyebut bahwa proses hukum ini akan berjalan transparan dan profesional.

Sampai saat ini, penyidik belum mengungkap identitas para saksi maupun perusahaan yang telah diperiksa. Namun, sejumlah sumber menyebut bahwa sebagian produsen besar yang memasarkan beras secara nasional juga masuk dalam radar penyelidikan.

Selain itu, muncul laporan bahwa setidaknya ada sepuluh produsen utama yang tengah dalam tahap pendalaman. Beberapa di antaranya memang belum dipanggil, namun dipastikan akan dijadwalkan dalam gelombang pemeriksaan berikutnya.

Baca Juga:Mendukbangga Gandeng Lazismu Bedah 2 Rumah Milik Keluarga Berisiko Stunting

Kementerian Pertanian dan Badan Pangan Nasional mendukung langkah Polri ini sebagai bentuk perlindungan terhadap hak konsumen. Mereka berharap, proses ini dapat memberikan efek jera kepada pelaku usaha yang bermain curang, sekaligus memperkuat sistem pengawasan di sektor pangan.

Di sisi lain, masyarakat diimbau untuk lebih berhati-hati dalam membeli beras kemasan, terutama yang menggunakan label “premium”. Pemeriksaan pada informasi komposisi, asal-usul produk, dan label sertifikasi mutu menjadi hal penting sebelum memutuskan membeli.

Jika terbukti melakukan pelanggaran, pelaku usaha bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Ancaman hukuman bagi pelanggar termasuk pidana penjara hingga lima tahun dan denda maksimal Rp2 miliar.

Penyidikan ini diperkirakan akan berlangsung hingga beberapa pekan ke depan. Satgas Pangan Polri telah menyiapkan sejumlah langkah lanjutan, termasuk pelibatan tim ahli pangan dan auditor independen untuk memperkuat hasil penyelidikan.

Pemerintah berharap agar kasus ini menjadi peringatan bagi seluruh pelaku industri pangan. Kejujuran dalam penyampaian informasi produk bukan hanya soal kepatuhan hukum, tetapi juga menyangkut hak dasar konsumen atas informasi yang benar dan akurat.