LIPUTAN BANDUNG – Sengketa Pulau Perbatasan Aceh dan Sumatera Utara, Presiden Prabowo Siap Ambil Langkah Tegas
Presiden Prabowo Subianto segera mengambil langkah strategis untuk menyelesaikan sengketa batas administrasi antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara yang telah berlangsung puluhan tahun. Sengketa ini melibatkan klaim pengelolaan empat pulau di kawasan perbatasan, yang hingga kini memicu ketegangan antar pemerintah daerah.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menyampaikan bahwa Presiden akan mengambil alih langsung proses penyelesaian dan memastikan keputusan akhir dapat diumumkan dalam waktu dekat. Hal ini sesuai dengan prinsip kedaulatan wilayah NKRI yang berada di tangan pemerintah pusat, sementara pemerintah daerah hanya memiliki hak administratif.
Dalam menyikapi perbedaan aspirasi kedua provinsi, pemerintah menegaskan bahwa dialog dan musyawarah menjadi cara terbaik untuk mencapai titik temu. Hasan membuka kemungkinan adanya pertemuan langsung antara gubernur dari kedua provinsi untuk membahas masalah ini secara terbuka dan konstruktif.
Baca Juga: Stasiun Bandung: Jantung Mobilitas dan Sejarah Perkeretaapian di Ibu Kota Jawa Barat
Keempat pulau yang menjadi sumber sengketa adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang. Keputusan Mendagri tahun 2025 menetapkan pulau-pulau tersebut masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, yang berbatasan dengan Kabupaten Aceh Singkil. Namun, Aceh memiliki klaim historis yang kuat atas pulau-pulau ini.
Masalah ini bukan hanya persoalan administratif, tetapi juga berdampak pada pengelolaan sumber daya dan potensi ekonomi di kawasan perbatasan. Oleh karena itu, penyelesaian yang adil dan permanen sangat dinantikan oleh masyarakat dan pemerintah daerah.
Dengan komitmen Presiden Prabowo, diharapkan polemik batas administrasi ini segera menemukan solusi yang dapat diterima semua pihak.
Langkah ini sekaligus menjadi contoh penyelesaian konflik internal daerah secara damai dan berlandaskan hukum di Indonesia.
Salah satu opsi yang dibuka oleh pemerintah pusat adalah kemungkinan adanya pertemuan langsung antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara.
Pertemuan ini bertujuan untuk membuka ruang dialog dan menyamakan persepsi terkait pengelolaan pulau-pulau yang menjadi sengketa.
Keputusan akhir terkait batas administrasi ini akan diambil oleh Presiden Prabowo Subianto setelah mempertimbangkan berbagai aspirasi masyarakat, aspek historis, dan data administrasi yang telah ada.
Baca Juga:PKK Jabar Dorong Percepatan Penurunan Zero Dose Imunisasi Kick Off di Kota Tasikmalaya
Hal ini menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan dilakukan secara matang dan mempertimbangkan kepentingan semua pihak.
Polemik batas wilayah administrasi antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 1928.
Sengketa ini kembali mencuat setelah adanya perbedaan klaim pengelolaan terhadap empat pulau yang terletak di kawasan perbatasan kedua provinsi tersebut.
Keempat pulau yang menjadi objek sengketa adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang.
Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, pulau-pulau tersebut ditetapkan masuk wilayah Provinsi Sumatera Utara, tepatnya di Kabupaten Tapanuli Tengah, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh Singkil.
Penetapan ini menimbulkan reaksi dari kedua pemerintah daerah karena keduanya mengklaim memiliki hubungan historis dan administratif dengan pulau-pulau tersebut.
Pemerintah Aceh merasa memiliki hak atas wilayah itu, sementara Pemerintah Sumatera Utara berdasar keputusan Mendagri ingin mengelola pulau tersebut sesuai ketentuan resmi.
Polemik ini tidak hanya menjadi persoalan administratif semata, namun juga berimplikasi pada pengelolaan sumber daya alam dan potensi ekonomi di kawasan tersebut.
Pulau-pulau yang dimaksud memiliki nilai strategis bagi kedua provinsi, sehingga penyelesaian sengketa ini menjadi sangat penting bagi stabilitas dan kemajuan wilayah.
Pemerintah pusat melalui Presiden Prabowo bertekad mengakhiri perdebatan yang sudah berlangsung selama puluhan tahun ini dengan mengambil keputusan yang bersifat final dan mengikat.
Diharapkan keputusan ini dapat diterima dengan baik oleh seluruh pihak terkait agar konflik tidak berlarut.
Masyarakat dan pemangku kepentingan di kedua daerah pun diharapkan dapat bersikap terbuka dan mendukung proses dialog yang difasilitasi pemerintah pusat.
Kerjasama dan komunikasi yang baik antara Aceh dan Sumatera Utara menjadi kunci suksesnya penyelesaian sengketa ini.
Penting untuk diingat, penyelesaian sengketa batas wilayah di dalam NKRI harus selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa. Tidak ada tempat bagi konflik yang bisa memecah belah persaudaraan antar daerah dalam satu negara yang sama.
Ke depan, Pemerintah Pusat juga berencana memperkuat regulasi serta mekanisme penetapan batas wilayah administrasi agar permasalahan serupa tidak terulang lagi di daerah lain.
Hal ini menjadi langkah strategis dalam menjaga stabilitas dan keharmonisan daerah.
Dengan langkah tegas dari Presiden Prabowo Subianto, diharapkan polemik batas administrasi Aceh dan Sumatera Utara segera menemukan titik terang dan bisa berakhir dengan solusi yang adil dan damai untuk semua pihak.***