LIPUTAN BANDUNG – Raperda Kota Bandung tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial kini tengah dibahas oleh Panitia Khusus (Pansus) 12 DPRD Kota Bandung.
Raperda ini disusun sebagai bentuk penyesuaian terhadap perkembangan regulasi nasional di bidang kesejahteraan sosial.

Baca Juga:Jadwal Acara Trans TV Hari Ini 4 November 2025: Film Hancock Tayang Malam Ini!
“Setelah diinventarisir, ternyata perubahan yang dibutuhkan mencapai lebih dari 50 persen. Karena itu, kami memutuskan untuk mencabut Perda Nomor 24 Tahun 2012 dan menyusun aturan baru yang lebih komprehensif,” jelas politisi PKS .
Menurutnya, Raperda baru ini akan mengatur sejumlah hal penting, antara lain turunan dari Peraturan Menteri Sosial Nomor 3 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Undian Gratis Berhadiah (UGB), Permensos Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pengumpulan Uang dan Barang (PUB), serta Permensos Nomor 5 Tahun 2024 tentang Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS).
“Selain itu, kami juga membahas mekanisme UGB, PUB, dan LKS agar penataan, manajemen, serta penyelenggaraan penanganan kesejahteraan sosial di Kota Bandung lebih tertib,” lanjutnya.
Susanto menegaskan, Pansus ingin memastikan setiap kegiatan sosial memiliki mekanisme yang jelas agar tidak menimbulkan praktik pungutan liar.
Baca Juga:Dorong Kolaborasi, Ketua Komisi I DPRD Bandung Ajak Pelaku Usaha Jaga Ketertiban Kota
“Perlu ada sistem yang tegas, termasuk sanksi sosial atau blacklist bagi pelanggar, meskipun sanksi pidana sudah diatur dalam undang-undang,” ujarnya.
Selain soal mekanisme, pembahasan juga menyoroti perubahan istilah dari organisasi sosial menjadi lembaga kesejahteraan sosial (LKS). Dengan demikian, di Kota Bandung nantinya akan ada sistem pendataan resmi bagi LKS yang beroperasi.
“Hal ini penting agar pemerintah kota memiliki instrumen yang kuat dalam penyelenggaraan dan penanganan kesejahteraan sosial ke depan,” kata Susanto.
Ia menambahkan, beberapa peraturan terkait baru disahkan pada 2024, sehingga Pemkot Bandung perlu menyesuaikan diri dengan kebijakan terbaru melalui Raperda ini.
“Tujuannya adalah menyempurnakan dan memperbaharui aturan lama agar lebih relevan dengan kebutuhan saat ini,” tuturnya.
Susanto berharap, Perda baru ini dapat menjadi wujud nyata amanat UUD 1945 Pasal 34, yakni negara bertanggung jawab terhadap fakir miskin dan anak terlantar.
“Tentu kita ingin semangat Kota Bandung dalam implementasi kesejahteraan sosial melibatkan semua pihak: pemerintah, akademisi, lembaga sosial, media, dan masyarakat,” harapnya.
Ia juga menyoroti pentingnya data sosial yang akurat serta penanganan isu-isu kesejahteraan seperti stunting, pendidikan, dan kesehatan.
“Spirit kesejahteraan sosial ini tidak hanya menjadi tanggung jawab Dinas Sosial, tetapi juga portofolio seluruh OPD. Dinsos menjadi leading sector, namun pelaksanaannya bersinergi dengan dinas lain,” terangnya.
Susanto menambahkan, arah pembangunan Kota Bandung kini menuju konsep “smart collaboration well fair city”, dengan basis data terpadu, ekonomi inklusif, dan penguatan UMKM.
“Indikatornya meliputi penurunan kemiskinan, peningkatan indeks UMKM, penurunan stunting, peningkatan IPM dan indeks kebahagiaan, serta penguatan aspek lingkungan seperti RTH dan pengelolaan sampah,” jelasnya.
Selain itu, kolaborasi CSR dan komoditas sosial yang aktif juga menjadi perhatian, termasuk digitalisasi layanan sosial melalui DTSEN, sistem pelayanan sosial berbasis aplikasi yang terintegrasi.
“Kita ingin pelayanan sosial semakin baik dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat,” imbuhnya.
Susanto menargetkan, pembahasan Raperda ini dapat rampung pada Desember 2025.
“Sebagai bagian dari penyempurnaan, kami juga akan melakukan studi tiru ke daerah yang sudah lebih dulu menerapkan sistem kolaboratif, salah satunya ke Yogyakarta,” pungkasnya.





