DPR Dorong Teknologi dan Transparansi untuk Potong Jalur Mafia Tanah

oleh -13 Dilihat
Sumber: atrbpn.go.id

LIPUTAN BANDUNG – Sebagai mitra kerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mendorong penguatan sistem pengawasan serta transparansi data untuk memastikan pemerintahan yang baik di sektor agraria, tata ruang, dan penanganan tindak pidana pertanahan, termasuk pemberantasan mafia tanah.

Imbauan tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, pada Rapat Koordinasi (Rakor) Pencegahan dan Penyelesaian Tindak Pidana Pertanahan Tahun 2025, Rabu (03/12/2025) di Jakarta.

“Teknologi Bisa Potong Jalur Calo dan Mafia Tanah”

Dede Yusuf menekankan bahwa teknologi dan transparansi adalah kunci untuk mematahkan rantai kejahatan pertanahan. “Dengan teknologi dan transparansi, kita bisa memotong jalur calo-calo maupun mafia tanah. Proses penyelesaian kasus harus mengikuti langkah standar yang tertuang dalam sistem digital dan dapat diakses publik,” ujarnya saat menjadi narasumber dalam rakor tersebut.

Ia mengakui bahwa meskipun Komisi II terus melakukan rapat kerja, Rapat Dengar Pendapat (RDP), Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), dan kunjungan lapangan untuk menangani laporan masyarakat, banyak persoalan tanah masih ditangani secara reaktif. “Perubahan regulasi dan sistem harus dilakukan secara fundamental agar kita bisa bergerak dari reaktif menjadi preventif,” jelasnya.

Strategi DPR: Dari Dashboard Nasional Hingga Penguatan PPNS

Sebagai bentuk penguatan legislatif dan pengawasan, DPR mendorong sejumlah langkah strategis, antara lain:

1. Penyusunan kebijakan agraria yang memiliki legitimasi hukum dan politik yang kuat.
2. Pembangunan National Land Governance Dashboard (NLGD) sebagai pusat data terintegrasi pengelolaan tanah nasional.
3. Pembangunan sinergi politik dan teknis antara DPR, Kementerian ATR/BPN, Direktorat Jenderal Pajak (DJKN), Polri, dan Kejaksaan.
4. Integrasi tata ruang, aset negara, dan hukum agraria.
5. Penguatan kapasitas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Pertanahan untuk menangani kasus kejahatan pertanahan.

Dede Yusuf menegaskan bahwa koordinasi, integrasi data, dan inovasi teknologi adalah kunci memperkuat fungsi legislasi, pengawasan, dan penganggaran DPR. “Jika ingin mempercepat penyelesaian masalah tanah, kita tidak boleh berjalan sendiri-sendiri. Pertemuan seperti ini perlu rutin dilakukan agar regulasi yang lemah dapat segera diperbaiki,” tuturnya.

Nusron Setuju: Kolaborasi ATR/BPN & APH yang Kuat

Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, menyatakan pandangan serupa. Menurutnya, pencegahan dan penyelesaian tindak pidana pertanahan tidak bisa dilakukan tanpa kolaborasi dengan aparat penegak hukum (APH) yang kuat – ditambah integritas internal pegawai ATR/BPN.

“Sepanjang petugas ATR/BPN proper, kuat, tegas, dan tidak mau diajak kongkalikong; ditambah APH yang kuat, tegas, dan pasalnya yang tepat – insyaallah masalah mafia tanah bisa diatasi secara bersama-sama,” ujar Nusron.